Thursday, December 26, 2013

PERNIKAHAN SECARA ISLAM YANG BENAR MUNAKAHAT (PERKAWINAN)

PERNIKAHAN SECARA ISLAM YANG BENAR
MUNAKAHAT (PERKAWINAN)

A. Pengertian Munakahat (Perkawinan)
Munakahat merupakan bagian dari hukum Islam yang mengatur pernikahan, menetapkan syarat-syarat dan rukun nikah dan menyebutkan kewajiban yang perlu ditaati oleh suami maupun istri untuk membentuk suatu keluarga yang bahagia.
Secara etimologi (bahasa) nikah artinya berkumpul, bergaul atau bercampur menjadi satu yang biasa disebut kawin. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “nikah” berarti (1) perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi); (2) perkawinan.
Prof. Quraisy Syihab mengatakan bahwa : al-Quran menggunakan kata ini (nikah) untuk makna tersebut, disamping secara majazi diartikannya dengan “hubungan seks”. Kata ini dalam berbagai bentuknya ditemukan 23 kali.
Secara terminologi (istilah) nikah adalah suatu akad (ikatan perjanjian) yang disertai dengan ijab qabul dan menyebabkan halalnya pergaulan seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami istri serta timbulnya hak dan kewajiban bagi keduanya.
Banyaknya ayat-ayat atau hadis, yang membicarakan tentang pernikahan, menunjukkan bahwa pernikahan sangat penting dan sakral, kudus dan suci. Dan keturunan yang lahir dari pernikahan itu, juga suci. Dengan adanya pernikahan yang diatur oleh agama maka menjadi jelaslah perbedaan antara manusia dengan hewan.

B. Hukum Nikah

Untuk mencapai keluarga sejahtera yang dikenal dengan, “keluarga sakinah” bukanlah merupakan suatu perkara yang mudah, karena itu agama memberi tuntunan dan menetapkan hukum nikah kedalam lima bagian yaitu :
1. Jaiz atau mubah, artinya boleh, maksudnya seseorang boleh menikah dan boleh tidak menikah, ini merupakan hukum asal nikah.
2. Sunah, yaitu bagi seorang laki-laki yang berkemampuan untuk menikah dan telah sanggup memberi nafkah lahir batin serta dapat menjaga diri, sekalipun tidak segera menikah.
3. Wajib, artinya bagi seorang laki-laki yang mampu memberi nafkah lahir batin, berkeinginan untuk nikah dan takut tergoda atau terjerumus kepada perbuatan maksiat (zina) seandainya tidak segera menikah.
4. Makruh, yaitu bagi orang yang berkeinginan tetapi belum mampu memberi nafkah (belanja) lahir batin atau mengganggu pihak perempuan dalam melakukan kewajiban (menuntut ilmu).
5. Haram, Bagi orang yang berminat menyakiti wanita yang dinikahinya dan untuk balas dendam kepada keluarga wanita.

Sebagian ulama berpendapat bahwa pada prinsipnya nikah itu hukumnya sunah yaitu berupa anjuran bagi yang mampu dan berkehendak. Kita perhatikan hadis Nabi Muhammad Rasulullah saw:
اَلنِّكَاحُ سُنَّتِى فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِى فَليْسَ مِنِّى
Artinya :
“Nikah itu termasuk sunahku, maka barang siapa yang tidak melaksanakan sunahku, bukan termasuk golonganku”. (H.R. Ibnu Majah).

C. Tujuan Nikah

Tujuan nikah yang sejati dalam Islam dengan singkat adalah menuju kemaslahatan dalam rumah tangga, keturunan dan kemaslahatan masyarakat. Untuk mencapai masyarakat yang sejahtera haruslah dimulai dari pembinaan keluarga sejahtera. Jika setiap keluarga sejahtera, maka masyarakatpun akan sejahtera pula.
Adapun yang disebut dengan keluarga sejahtera adalah keluarga yang sehat, kuat rohaninya dan jasmaninya, berbudi pekerti yang luhur serta bertaqwa kepada Allah swt. Kebahagiaan dari kesejahteraan yang sejati hanya terwujud melalui pernikahan yang sah, dengan demikian free sex sangat ditentang dalam agama Islam, begitu pula perzinaan prostitusi dengan segala bentuknya.
Karena pernikahan bukanlah sekedar untuk menyalurkan syahwat birahi, akan tetapi lebih dari itu menciptakan ketenangan, keteraturan dan ketentraman dari situ akan lahir anak-anak saleh yang mengabdi kepada Allah dan berbakti terhadap kedua orang tuanya, bermanfaat bagi masyarakat dan negara. Kasih sayang yang sejati akan membuahkan kesetiaan dan kebahagiaan dalam keluarga. Firman Allah swt. dalam Q.S. ar-Rüm ayat 21 :

•• •
Artinya :
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.( Q.S. ar-Rüm ayat 21)

Ayat tersebut mengandung pengertian bahwa diantara tanda-tanda kehebatan Allah yang diperlihatkan kepada manusia adalah :
1. Allah menciptakan istri (pasangan) dari sesama manusia
2. Dengan menemukan istrinya (pasangan) itu akan membawa ketenangan (sakinah)
3. Dorongan untuk bertemunya pasangan itu adalah dikaruniakannya kedalam hati manusia cinta ( مَوَدَّةًً ) dan kasih ( رَحْمَة )
4. Menyadari hal itu pantaslah manusia beriman dan bersyukur kepadaNya.

Dengan demikian maka tujuan nikah dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Untuk menyalurkan dan memperoleh kasih sayang dari orang lain.
2. Untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah. Kata سَكِيْنَة dari kata سَكَنَ yang berarti diam atau tenang. Dari kata tersebut keluarlah kata سِكِّيْن yang berarti pisau yang berfungsi sebagai alat pendiam atau penenang. Untuk hewan yang tadinya bergejolak dan meronta apabila disembelih dengan pisau maka hewan yang bergejolak dan meronta akan menjadi diam dan tenang selamanya. Dengan makna ini, nikah ibarat pisau yang membuat pelakunya merasa tenang (bahagia) setelah pernikahan itu. Demikianlah yang diuraikan oleh Prof.Quraisy Syihab dalam bukunya Wawasan Al-Quran.
3. Mengikuti dan melaksanakan sunah Rasul. Artinya nikah, dengan ketentuan agama Islam, merupakan tradisi kemanusiaan yang diwarisi oleh para Rasul kepada generasi dan para pengikutnya. Sabda Rasulullah saw:
اَلنِّكَاحُ سُنَّتِى فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِى فَليْسَ مِنِّى (رَوَاهُ ابْنُ مَاجَه)
Artinya :
“Nikah itu termasuk sunahku, maka barang siapa yang tidak melaksanakan sunahku, bukan termasuk golonganku”. (H.R. Ibnu Majah).

4. Mendapatkan keturunan yang sah dan baik-baik. Disebut keturunan itu sah apabila lahir dari suami istri yang menikah menurut ketentuan syariat agama. Misalnya suami istri yang menikah bulan Januari maka secara syariat agama akan lahir kira-kira bulan November atau Desember. Kalau pasangan itu melaksanakan nikah bulan Januari, lalu melahirkan anak bulan Maret pada tahun yang sama, tentu itu bukan anak yang sah menurut syariat Islam.
5. Menghindarkan diri dari perbuatan zina. Dengan pernikahan dorongan birahi dapat tersalurkan secara halal dan sehat ( حَلاَلاً طَيِّبًا ). Dan perbuatan zina dalam syariat Islam termasuk tindakan kotor dan buruk. Firman Allah dalam Q.S. al-Isra (17): 32


Artinya :
Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (Q.S. al-Isra : 32)
Firman Allah dalam Q.S. an-Nür (24) : 30


Artinya :
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".( Q.S. an-Nür : 30)

6. Mempererat hubungan famili.
Dengan pernikahan, diharapkan persaudaraan antara dua keluarga menjadi erat silaturrahim menjadi luas. Karena kuatnya persaudaraan dan silaturrahim menurut Rasulullah menjadi salah satu tanda orang beriman kepada Allah dan hari akhir. Sabda Rasulullah saw :

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ (رَوَاهُ مُسْلِمْ)
Artinya :
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menyambung silaturahmi.(H.R. Muslim)

D. Ketentuan Nikah

1. Syarat sah Nikah
Sebelum pernikahan dilaksanakan, ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak (calon suami dan calon istri ), yang disebut syarat agar kedua pernikahan itu sesuai dengan tujuannya.
Adapun yang menjadi syarat nikah ialah :
a. Beragama Islam. Artinya, calon suami istri tersebut sebaiknya sesama muslim (Q.S. al-Baqarah (2) ayat 221)
b. Bukan mahramnya (Q.S. an-Nisa (4) ayat 23)
c. Saling mengenal dan suka sama suka (Q.S. an-Nisa (4) ayat 3 dan Q.S. ar-Rüm (30) ayat 21)
d. Ada mahar yang dikeluarkan oleh calon suami (Q.S.an-Nisa (4) ayat 4 dan 25)
e. Tidak dalam ihram
f. Tidak bersuami dan tidak dalam iddah bagi calon istri

2. Rukun Nikah
Pernikahan menjadi sah apabila dipenuhi syarat dan rukunnya. Adapun yang menjadi rukun nikah ada 4 macam, yaitu :
a. Adanya dua calon mempelai
b. Wali (wali mempelai wanita).
Sabda nabi saw.
لاَنِكَاحَ اِلاَّ بِوَلِيِّ (رَوَاهُ أَحْمَد عَنْ اَبِى بَرْدَة)
Artinya :
Tidak sah nikah kecuali dengan (izin) wali (H.R.Ahmad dari Abi Bardah)
c. Ada dua orang saksi
d. Sighat (akad) yang terdiri dari Ijab dan Qabul. Ijab yaitu perkataan dari pihak wali perempuan, seperti kata wali “ Saya nikahkan engkau dengan anak saya bernama si Fulanah dengan mahar … tunai/kredit”,
sedangkan Qabul adalah ucapan/jawaban pihak mempelai laki-laki atas ijab dari wali, seperti ucapannya : “Saya terima nikahnya si Fulanah dengan mahar yang disebutkan, tunai/kredit”. Sabda Rasulullah saw sebagai berikut :
عَنْ عَائِشَة قَالَتْ قَالَ رَسُوْلُ الله ص.م : أَيُّمَا امْرَاَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ اِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ
Artinya :
Barang siapa diantara wanita yang nikah dengan tidak diizinkan oleh walinya, maka perkawinannya batal.(H.R. 4 orang ahli hadis kecuali Nasai)

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ الله ص.م : لاَتُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ وَلاَتُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا
Artinya :
Janganlah wanita menikahkan wanita, jangan pula seorang wanita menikahkan dirinya sendiri. (H.R. Daruqutni Ibnu Majah).

عَنْ عَائِشَة رَضِيَ اللهُ عَنْهَا عَنِ النَّبِى ص.م : قَالَ : لاَ نِكَاحَ اِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَي عَدْلٍ (رَوَاهُ أَحْمَد وَبَيْهَقِى)
Artinya :
Tidaklah sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil. (H.R. Ahmad dan Baihaqi)

Adapun susunan wali yang dianggap sah untuk menjadi wali mempelai wanita adalah sebagai berikut :
- Bapak
- Kakek (Bapak dari bapak mempelai wanita)
- Saudara laki-laki seibu-sebapak
- Saudara laki-laki sebapak
- Anak laki-laki dari saudara seibu sebapak
- Anak laki-laki dari saudara sebapak
- Saudara bapak yang laki-laki
- Anak laki-laki dari saudara bapak yang laki-laki
- Hakim
Syarat wali dan dua orang saksi :
- Islam
- Balig
- Berakal
- Merdeka
- Laki-laki
- Adil

3. Mahram (wanita-wanita yang haram dinikahi)
Menurut Islam tidak semua wanita boleh dinikahi karena disebabkan 3 hal :
a. Mahram Nasab yaitu haram dinikahi karena adanya hubungan keturunan, yang termasuk mahram nasab ada 7 orang :
1. Ibu dan seterusnya ke atas
2. Anak, cucu dan seterusnya ke bawah
3. Saudara perempuan seibu sebapak
4. Saudara perempuan ayah
5. Saudara perempuan ibu
6. Anak perempuan dari saudara laki-laki
7. Anak perempuan dari saudara perempuan (perhatikan Q.S. an-Nisa ayat 23)

b. Mahram Mushaharah yaitu haram dinikahi karena adanya hubungan perkawinan yaitu :
1. Ibu dari istri (mertua)
2. Ibu tiri
3. Anak tiri
4. Istri anak (menantu)
5. saudara perempuan istri atau ipar (Q.S. an-Nur ayat 23)

c. Mahram Radha’ah yaitu haram dinikahi karena adanya hubungan sesusuan, yaitu :
1. Ibu yang menyusukan
2. Saudara sesusuan (Q.S. an-Nisa (4) ayat 22-23 )

E. Kewajiban Suami Istri

Dalam perkawinan terdapat hak dan kewajiban yang timbul dari para suami istri . Kewajiban suami sebagai kepala rumah tangga terhadap istrinya dan anak-anaknya, istri sebagai ibu rumah tangga adalah merupakan hak istri terhadap suami dan anak-anaknya. Suami istri jika menjalankan kewajibannya dengan baik dan menggunakan hak dengan wajar, akan menghasilkan rumah tangga yang sakinah.
Adapun kewajiban suami dan istrinya adalah sebagai berikut :
1. Kewajiban suami
a. Memberi nafkah.
Suami wajib memberi nafkah istri dan anak-anaknya seperti, minum, makan, pakaian dan tempat tinggal. Firman Allah dalam Q.S. an-Nisa:34.

Artinya :
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.( Q.S. an-Nisa:34)

b. Memelihara, mendidik dan memimpin istri dan anak-anaknya serta bertanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraan keluarga. Suami harus bertanggung jawab terhadap keluarganya, pendidikan anak-anak, menjaga hubungan yang harmonis dengan istri dan anak-anaknya serta berusaha membimbing keluarga menjadi manusia yang bertaqwa. Firman Allah swt dalam Q.S. at Tahrim :6


Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. ( Q.S. at Tahrîm :6)

c. Berlaku sopan
Berlaku sopan berbuat baik dan memberi kesempatan kepada istrinya untuk bersilaturahmi dengan keluarganya. Sabda Nabi saw :

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَِهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَِهْلِى (رَوَاهُ ابْن مَاجَه)

Artinya :
“ Laki-laki (suami) yang baik ialah orang yang terbaik diantara kamu terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang terbaik diantara kamu terhadap keluarganya”.(H.R. Ibnu Majah)

2. Kewajiban Istri
a. Taat kepada suami
b. Menjaga kehormatan diri dan keluarganya
c. Menghargai dan menghormati pemberian suaminya walaupun sedikit.
d. Tidak keluar rumah tanpa izin suami
e. Memelihara dan mendidik anak-anak dan suaminya
f. Mengatur dan menjaga rumah tangganya
g. Memelihara dan menjaga rahasia rumah tangganya.

Allah berfirman dalam Al-Quran Surat an-Nisa ayat 34


Artinya :
Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). (Q.S. an Nisa: 34)

F. Talak

1. Pengertian Talak
Talak menurut bahasa bercerai. Sedangkan menurut istilah adalah seorang suami melepaskan ikatan pernikahannya dengan seorang istri, sekiranya dalam pergaulan suami istri tidak dapat mencapai tujuan perkawinan yang sebenarnya. Bahkan jika pergaulan suami istri tidak terdapat lagi kedamaian, tiada lagi saling mencintai, tidak lagi saling tolong-menolong, perceraian adalah jalan satu-satunya yang harus ditempuh.
Sabda Rasulullah saw :

عَنْ أَبِى عُمَرَ قَالَ : قَالَ رَسُوْ لُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَبْغَضُ الْحَلاَلِ عِنْدَ اللهِ اَلطَّلاَقُ (رَوَاهُ اَبُوْ دَوُدوَابْنُ مَاجَه)

Artinya :
“ Dari Ibnu Umar katanya, telah berkata Rasulullah saw. perbuatan yang halal yang amat dibenci Allah yaitu talak”. (H.R. Abu Daud dan Ibnu Majah)

2. Hukum Talak
Ditinjau dari segi kemaslahatan atau kemudharatannya maka hukum talak ada empat, yaitu :
a. Makruh yaitu hukum asal dari pada talak.
b. Sunah apabila suami tidak sanggup lagi memberi nafkah lahir batin dengan cukup.
c. Wajib apabila terjadi perselisihan antara suami dan istri sedangkan hakim memandang perlu supaya keduanya bercerai.
d. Haram dalam dua keadaan :
- Menjatuhkan talak ketika istri dalam keadaan haid.
- Menjatuhkan talak sewaktu dalam keadaan suci dan telah dicampuri dalam keadaan suci tersebut.

3. Lafaz Talak
Lafaz yang digunakan untuk menjatuhkan talak ada dua macam :
a. Sharih yaitu lafaznya jelas berarti talak. Contoh : Saya ceraikan kamu, Saya talak kamu, engkau saya ceraikan, dan sebagainya. Dengan ucapan semacam itu maka jatuhlah talak, walaupun tidak ada niat dihatinya untuk menceraikan istrinya, baik disengaja atau tidak disengaja.
b. Kinayah yaitu dengan kata-kata sindiran. Contoh : Pulanglah kamu ke rumah orang tuamu, engkau sekarang bukan istriku lagi, pergilah dari sini, dan sebagainya. Ucapan seperti ini bisa menjatuhkan talak apabila ada niat dihati suami untuk menceraikannya.

4. Bilangan Talak
Seorang suami bisa menjatuhkan talak kepada istrinya maksimal 3 kali. Pada talak satu dan dua, suami berhak rujuk (kembali) kepada istrinya sebelum habis masa iddahnya atau nikah lagi apabila masa iddahnya sudah habis. Sebab itu talak satu dan dua disebut juga Talak Raj’iyah.
Pada talak tiga, suami tidak boleh rujuk (kembali dan tidak boleh nikah lagi dengan istrinya yang telah diceraikannya itu, kecuali ia telah dinikahi oleh laki-laki lain (muhalil) dan sudah digauli serta telah ditalak oleh suami keduanya itu dan telah habis masa iddahnya. Talak tiga ini disebut juga Talak Bain Kubra. Allah menjelaskan dalam Al-Quran surat al-Baqarah ayat 230

Artinya :
Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri ) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. (Q.S. al-Baqarah ayat 230)

Ada lagi jenis talak yang lain, yaitu Talak Bain Shugra, ialah talak satu atau dua yang diminta oleh istri yang disertai dengan uang tebusan (‘iwadh). Pada talak semacam ini suami tidak boleh rujuk lagi, kecuali harus dengan akad nikah yang baru. Talak semacam ini disebut juga Khulu’ (talak tebus).
Selain kata-kata talak yang dapat menyebabkan terjadinya perceraian, namun ada juga kalimat-kalimat yang digunakan oleh suami yang bersifat halus untuk menyembunyikan maksud hatinya. Cara-cara ini merupakan cara adat arab jahiliyah, setelah Islam datang cara tersebut dihapus dengan membatasi masa berlalunya. Cara-cara tersebut sebagai berikut :
a. Zihar artinya punggung yaitu suami berkata kepada istrinya, “Punggungmu seperti punggung ibuku”. Dengan kata lain suaminya mempersamakan istrinya dengan ibunya atau muhrimnya yang lain. Padahal ibunya adalah wanita yang haram dinikahi. Suami yang sudah terlanjur menzihar istrinya sebelum mencampuri wajib membayar kafarat. Adapun kafarat zihar adalah memerdekakan budak, jika tidak mampu harus berpuasa dua bulan berturut-turut, jika tidak kuat berpuasa wajib memberi makan 60 orang fakir miskin. (Perhatikan Q.S. al-Mujadalah (58) : 2-4).
b. Lian artinya sumpah suami yang menuduh istri berzina, maksudnya terjadi perceraian karena suami menuduh istrinya berzina tanpa dapat menghadirkan empat orang saksi. Jika suami tidak sanggup menghadirkan empat orang saksi untuk memperkuat tuduhannya, maka suami wajib bersumpah atas nama Allah sebanyak empat kali, yang mengatakan bahwa istrinya benar-benar berzina. Dan sumpah yang kelima dengan mengatakan bahwa sang suami siap menerima laknat Allah jika ia berdusta. Begitu juga sebaliknya jika istri melakukan sumpah yang sama untuk menolak tuduhan suaminya, dan istri siap menerima murka Allah jika tuduhan suaminya benar, Akibat terjadinya li’an (sama dengan ba’in kubra), maka suami istri tidak boleh merujuk dan tidak boleh menikah lagi untuk selama-lamanya (perhatikan Q.S. an-Nur ayat 6-9).
c. Ilaa artinya menolak mencampuri istri dengan sumpah. Maksudnya suami bersumpah untuk tidak menggauli istrinya selama empat bulan. Dalam empat bulan itu suami wajib kembali kepada istrinya dengan membayar kafarat sumpah, dengan berpuasa tiga hari berturut-turut atau memberi makan sepuluh orang fakir miskin. Jika ia tidak kembali kepada istrinya dalam empat bulan maka telah jatuh talak (Ba’in Sugra) yaitu tidak boleh rujuk. (perhatikan Q.S. al-Baqarah ayat 226-227).

Selain daripada cara tersebut ada lagi cara membatalkan pernikahan yang menjadikan jatuh talak, yaitu :
a. Fasakh. Artinya membatalkan dan melepaskan ikatan pertalian antara suami istri . Fasakh bisa terjadi karena ada syarat-syarat yang tidak terpenuhi pada akad nikah atau karena hal lain hal ini terjadi berdasarkan keputusan hakim atas permintaan wali.
b. Khulu’. Artinya perceraian atas inisiatif (permintaan) istri. Dimana istri mengembalikan mahar yang pernah diberikan oleh suami. Khulu’ disebut juga dengan talak tebus.

G. Iddah

Iddah yaitu masa menunggu yang diwajibkan atas istri yang ditalak baik cerai hidup maupun cerai mati. Gunanya supaya diketahui apa istri sedang hamil atau tidak. Dan juga memberi kesempatan kepada mantan suami untuk menggunakan hak rujuknya terhadap istri yang tertolak satu dan dua. Masa iddah bagi wanita yang dicerai ada lima macam yaitu :
1. Wanita yang tertalak satu atau dua dan masih berhaidh, iddahnya tiga kali suci. Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 228 :


Artinya :
Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru (suci).( Q.S. al-Baqarah ayat 228)

2. Wanita yang tertalak dan tidak haid lagi (telah manopause), masa iddahnya adalah tiga bulan. Firman Allah dalam surat at-ëalaq ayat 4:

Artinya :
Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (manopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan.( Q.S. at-thalaq ayat 4)

3. Wanita yang tertalak dalam keadaan hamil, iddahnya sampai melahirkan anak yang dikandungnya. Firman Allah dalam surat at-Thalaq ayat 4:

Artinya :
Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.(Q.S. at-Thalaq ayat 4)

4. Wanita yang diceraikan, namun belum digauli, tidak ada masa iddahnya.
Firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 49 :


Artinya :
kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya. Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya.(Q.S. al-Ahzab ayat 49)

5. Wanita yang cerai mati (suaminya wafat) iddahnya 4 bulan 10 hari. Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 234:


Artinya :
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari. (Q.S. al-Baqarah ayat 234)

H. Rujuk

1. Pengertian Rujuk
Rujuk ialah suami kembali kepada istrinya yang telah diceraikan, untuk mewujudkan pernikahan semula sesuai dengan ketentuan agama.
Rujuk artinya kembali, dan yang dimaksud disini adalah kembali kepada ikatan pernikahan. Rujuk tidak memerlukan akad nikah baru karena akad nikahnya belum terputus.

2. Hukum Rujuk
Sama halnya hukum nikah, hukum rujuk pada dasarnya adalah boleh (jaiz). Kemudian bisa menjadi haram, makruh, sunah dan wajib.
a. Haram, apabila diniatkan niat rujuknya hanyalah untuk menyakiti si istri , atau agar si istri lebih menderita.
b. Makruh, bila diketahui bahwa meneruskan perceraian lebih bermanfaat bagi keduanya dibandingkan jika keduanya rujuk.
c. Sunah, jika diketahui bahwa rujuk lebih baik dibandingkan dengan meneruskan perceraian.
d. Wajib, khusus bagi laki-laki yang beristri lebih dari satu jika salah seorang ditolak sebelum gilirannya disempurnakannya.

3. Syarat-syarat suami merujuk istri
a. Dengan kehendak sendiri (tidak dipaksa orang lain).
b. Dengan perkataan, baik secara terang-terangan maupun dengan cara sindiran.
c. Ada dua saksi sesuai dengan firman Allah dalam surat at-Thalaq ayat 2

I. Hikmah Nikah

Mewujudkan keluarga sakinah menurut ajaran Islam dimulai dengan memberi pedoman pemilihan jodoh, Islam telah mengajarkan suatu batasan-batasan sebagai norma dalam mencari calon istri dan sebaliknya juga mencari calon suami. Sabda Nabi saw:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَِرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِنَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا فَاظْفَر لِذَان الدِّيْنِ تَرِبَت يَدَاكَ (رَوَاهُ البُخَارِى وَمُسْلِم)
Artinya :
“Kami nikahi wanita itu dengan syarat, karena hartanya, karena keturunannya, karena cantiknya, karena agamanya, maka pilihlah yang terbaik karena agamanya, semoga kamu semua diselamatkan Allah swt”.(H.R.Bukhari dan Muslim)

Yang dimaksud dengan dapat melihat kepada wanita atau laki-laki sebagai calon istri atau calon suaminya, adalah dalam bentuk pertemuan yang ditemani oleh muhrimnya.
Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak memaksa seseorang dalam membina kehidupan berkeluarga yang berpengaruh kepada keturunan dan masyarakat. Banyak sekali hikmah yang terkandung dalam pernikahan diantaranya :
1. Kesempurnaan ibadah
2. Kelangsungan keturunan
3. Ketenangan batin
4. Meningkatkan ekonomi keluarga
5. Terpelihara dari dosa dan noda (zina)
6. Terjalin ukhuwah satu keluarga, suami istri yang mana pertalian itu akan menjadi satu jalan yang membawa kepada bertolong-tolongan.

J. Sekilas Perkawinan Menurut UU No.1 Tahun 1974
UU no.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan terdiri dari 14 bab dan terbagi dalam 67 pasal.
1. Pengertian dan tujuan perkawinan
Dalam bab I pasal I UU No. 1 tahun 1974 dijelaskan bahwa “Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa”.

2. Sahnya perkawinan dan kewajiban pencatatan perkawinan
Bab 1 pasal 2 ayat 1 : Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya.
Bab 1 pasal 2 ayat 2 : Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia ada dua instansi yang bertugas mencatatnya, yaitu KUA bagi yang beragama Islam dan Kantor Catatan Sipil bagi non muslim

3. Peranan peradilan Agama dalam penetapan talak menurut UU No. 1 tahun 1974 dan UU no. 7 tahun 1989.
a. Menurut UU No. 1 tahun 1974 bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
b. Menurut UU No. 7 tahun 1989 menyatakan bahwa seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya harus mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang. Pihak pengadilan mempelajari isi surat tersebut dalam waktu selambatnya 30 hari, kemudian memanggil yang bersangkutan untuk diminta penjelasannya.
Pengadilan memutuskan untuk mengadakan sidang dan menyetujui perceraian apabila terdapat alasan-alasan yang kuat dari kedua belah pihak.

K. Tentang Poligami

Dalam UU No. 1 Tahun 1974 pasal 1 ayat 1, 2 : Menyatakan bahwa pada dasarnya dalam satu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang perempuan hanya boleh mempunyai seorang suami.
Seorang suami yang akan beristri lebih dari satu orang (poligami) wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan dengan persyaratan:
a. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri .
b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
c. Istri tidak dapat memberi keturunan.
Persyaratan lain adalah :
a. Adanya persetujuan dari istri baik lisan maupun tulisan.
b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup semua keluarga.
c. Adanya jaminan suami akan berlaku adil kepada semua istri dan anak-anaknya.
 
sumber 

No comments:

Post a Comment